1. Pengertian
dan Konsep Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani ethos
yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral
seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun
gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Menurut Black dalamnIga
Manuati Dewi (2002), kerja adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin dipenuhinya. Tasmara (2002) mengatakan
bahwa Etos Kerja adalah suatu totalitas kepribadian dari individu serta cara
individu mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna terhadap
sesuatu yang mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high
performance). Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan suatu
sikap, maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek
evaluatif yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok dalam memberikan
penilaian terhadap kerja. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting
seperti:
1.
Orientasi ke
masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi
untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
2.
Menghargai waktu
dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan
efektivitas bekerja.
3.
Tanggung jawab,
yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang
harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
4.
Hemat dan
sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana
pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
5.
Persaingan
sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah
semangat dan menambah kreativitas diri.
2. Aspek-aspek
Pengukuran Etos Kerja
Aspek pengukuran dalam etos kerja
menurut Handoko (1993) yaitu sebagai berikut:
1.
Aspek dari
dalam, yaitu aspek penggerak atau pembagi semangat dari dalam diri individu.
Minat yang timbul disini merupakan dorongan yang berasal dari dalam karena
kebutuhan biologis, misalnya keinginan untuk bekerja akan memotivasi aktivitas
mencari kerja.
2.
Aspek motif
sosial, yaitu aspek yang timbul dari luar diri individu. aspek ini bisa
berwujud suatu objek keinginan seseorang yang ada di ruang lingkup pergaulan
manusia. Pada aspek sosial ini peran human relation akan tampak dan
diperlukan dalam usaha untuk meningkatkan etos kerja seseorang.
3.
Aspek persepsi,
yaitu aspek yang berhubungan dengan sesuatu yang ada pada diri seseorang yang
berhubungan dengan perasaan, misalnya dengan rasa senang, rasa simpati, rasa
cemburu, serta perasaan lain yang timbul dalam diri individu. Aspek ini akan
berfungsi sebagai kekuatan yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian atas
persepsi pada sistem budaya organisasi dan aktivitas kerjanya.
3.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI ETOS KERJA
Etos kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor (Anoraga, 2001), yaitu:
1. Agama
Pada
dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang akan mempengaruhi atau
menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak
seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang dianut jika seseorang
sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Etos kerja yang rendah secara tidak
langsung dipengaruhi oleh rendahnya kualitas keagamaan dan orientasi nilai
budaya yang konservatif turut menambah kokohnya tingkat etos kerja yang rendah.
2.
Budaya Sikap
mental, tekad, disiplin, dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos
budaya dan secara operasional etos budaya ini juga disebut sebagai etos kerja.
Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya
masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju
akan memiliki etos kerja yang tinggi dan sebaliknya, masyarakat yang memiliki
sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah,
bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.
3.
Sosial Politik,
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras dengan penuh. Etos kerja harus dimulai dengan
kesadaran akan pentingnya arti tanggung jawab kepada masa depan bangsa dan
negara. Dorongan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
hanya mungkin timbul jika masyarakat secara keseluruhan memiliki orientasi
kehidupan yang terpacu ke masa depan yang lebih baik.
4.
Kondisi
Lingkungan/Geografis, Etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi
geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di
dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan
bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan
tersebut.
5.
Pendidikan, Etos
kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan
sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras.
Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang
merata dan bermutu disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan,
keahlian, dan keterampilan sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan
produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi.
6. Struktur Ekonomi. Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan
insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja
keras mereka dengan penuh.
7. Motivasi Intrinsik Individu.
Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang
bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap yang
didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan inilah yang
menjadi suatu motivasi kerja. Maka etos kerja juga dipengaruhi oleh motivasi
seseorang yang bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam dalam diri
sendiri, yang sering disebut dengan motivasi intrinsik.
4. Pengertian dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Semangat kerja digunakan untuk
menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan para karyawan dalam kantor.
Apabila karyawan merasa bergairah, bahagia, optimis menggambarkan bahwa
karyawan tersebut mempunyai semangat kerja tinggi dan jika karyawan suka membantah,
menyakiti hati, kelihatan tidak tenang maka karyawan tersebut mempunyai
semangat kerja rendah. Dengan kata lain bahwa individu ataupun kelompok dapat
bekerjasama secara menyeluruh, seperti halnya Westra (1980) menyatakan bahwa
”Semangat kerja adalah sikap dari individu ataupun sekelompok orang terhadap
kesukarelaannya untuk bekerjasama agar dapat mencurahkan kemampuannya secara
menyeluruh”. Lalu Menurut Nitisemito (1982) menyatakan gairah kerja adalah
”kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan”. Meskipun semangat
kerja tidak mesti disebabkan oleh kegairahan kerja, tetapi kegairahan kerja
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap semangat kerja. Oleh karena itu,
antara semangat kerja dan kegairahan kerja sulit dipisahkan. Sedangkan menurut
Moekijat (1995) menyatakan bahwa : ”Semangat kerja menggambarkan perasaan
berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila
pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah
satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi.
Sebaliknya, apabila karyawan tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka
membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti
semangat yang rendah”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dilihat bahwa yang
dimaksud dengan semangat kerja adalah kemampuan atau kemauan setiap indivdu
atau sekelompok orang untuk saling bekerjasama dengan giat dan disiplin serta
penuh rasa tanggung jawab disertai kesukarelaan dan kesediaannya untuk mencapai
tujuan organisasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rendahnya semangat kerja
karyawan suatu organisasi adalah melalui presensi, kerjasama, tanggung jawab,
kegairahan dan hubungan yang harmonis (Westra, 1980).
5.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Didalam melaksanakan aktivitas kerjanya
maka sangat perlu diketahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi semangat
kerja tersebut. Sebagaimana Westra (1980) menyatakan bahwa ”faktor-faktor yang
mempengaruhi semangat kerja adalah sebagai berikut :
1.
Hubungan yang
harmonis antara pimpinan dan bawahan, yaitu adanya hubunga timbal balik yang
saling menguntungkan antara pimpinan dan bawahan sehingga dapat bekerjasama
untuk mencapai tujuan organisasi.
2.
Kepuasan para
karyawan pada tugas dan pekerjaannya, yaitu adanya rasa percaya diri para
karyawan untuk menyelesaikan tugas dan kewajibannya secara sungguh-sungguh dan
semaksimal mungkin demi tercapainya tujuan organisasi.
3.
Terdapatnya
sesuatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat dengan anggotaanggota
lain
dalam organisasi, yaitu tercapainya suatu kondisi yang dapat memberikan
semangat kerja dan mendukung terselesainya tugas dan pekerjaannya dengan rasa
senang kondisi semacam ini akan tercipta jika hubungan kerja terjalin
semestinya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab serta hal dan kewajibannya
masing-masing.
4.
Adanya tingkat
kepuasan ekonomi sebagai imbalan untuk jerih payahnya Yaitu adanya upah yang
sesuai dengan pekerjaan yang diberikan sehingga dapat memberikan rasa nyaman
dan nyaman yang mampu memenuhi kebutuhannya secara layak.
5.
Rasa kemanfaatan
bagi tercapainya tujuan organisasi yang juga merupakan tujuan bersama,yaitu
adanya tujuan yang jelas yang ingin dicapai yang pada akhirnya akan berguna
untuk kepentingan bersama.
6.
Adanya
ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan dari organisasi
Yaitu
adanya perlindungan kerja dan jaminan keselamatan pada setiap kecelakaan yang
terjadi pada karyawan saat dia menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga
karyawan merasa aman dan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
7.
Adanya
lingkungan fisik suatu kantor yaitu adanya suatu kondisi fisik dimana karyawan
melaksanakan tugas dan kewajiban serta mempengaruhi dirinya dalam memberikan
tugas yang diberikan kepadanya”.
Kemudian Nawawi
(1990) menyatakan bahwa ”faktor yang mempengaruhi
semangat kerja karyawan adalah minat atau perhatian terhadap pekerjaan,
upah/gaji, status sosial berdasarkan jabatan, tujuan yang mulia dan pengabdian,
susana lingkungan kerja, dan hubungan manusiawi”. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
semangat kerja menurut Anoraga (1998) menyatakan bahwa ”faktor yang mempengaruhi
semangat kerja adalah keamanan kerja, kesempatan untuk mendapatkan kemajuan,
lingkungan kerja, rekan sekerja yang baik, dan gaji atau pendapatan”.
6.
Hubungan
Etos Kerja dengan Semangat Kerja
Dari
Penjelasan tentang etos kerja dan semangat kerja diatas kita dapat simpulkan
bahwa kerja adalah
nilai-nilai yang diyakini sebagai cita-cita ideal tentang kerja, yang
diwujudkan dalam kebiasaan kerja sehari-hari. Sedangkan semangat kerja
merupakan refleksi dari etos kerja yang didalamnya terkandung gairah kerja yang
kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya
untuk mencapai kualitas kerjanya sesempurna mungkin. Etos kerja tidak saja
dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh sekelompok orang dalam masyarakat.
Etos kerja dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem
nilai (agama dan kepercayaan) yang diyakininya. Dalam etos kerja terkandung
gairah atau semangat kerja yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara
optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sesempurna mungkin.
Sinamo (2000) menegaskan bahwa etos kerja akan mampu
mendongkrak semangat kerja. Ada 8 (delapan) peta etos kerja profesional yang
Sinamo sebutkan, yaitu: kerja adalah rakhmat, kerja adalah amanah, kerja adalah
panggilan, kerja adalah aktualisasi diri, kerja adalah ibadah, kerja adalah
seni, kerja adalah kehormatan, dan kerja adalah pelayanan.
Jadi, Hubungan Etos kerja dengan semangat kerja
adalah hubungan yang sangat erat dimana etos kerja yang baik akan menghasilakn
semangat kerja yang tinggi.